Jumat, 25 Desember 2009

Kelautan '08 beraksi














hohoho foto nak kelautan '08 bersama Kapten Pavo,,




ini foto angkatan 2008 di candi apa gtu, gak tau namanya....hehehehe, tapi yang pasti ini foto sehabis praktikum ekologi perairan di Dieng,,seneng foto brg angkatan..hahaha lebay dah ..



Laporan Kajian Ekosistem di Telaga Dieng

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nama Dieng berasal dari bahasa Sunda Kuno "Di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang bermakna (Dewa). Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Nama Dieng berasal dari Bahasa Sunda karena diperkirakan sebelum tahun 600 daerah itu didiami oleh Suku Sunda dan bukan Suku Jawa. Dieng adalah sebuah kawasan di daerah dataran tinggi di perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Desa Dieng terbagi menjadi Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo (Wikipedia, 2009). Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah Utara ibukota Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian mencapai 6000 kaki atau 2.093 m di atas permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin. Temperatur berkisar 15—20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara terkadang dapat mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli-Agustus.

Beberapa peninggalan budaya dan alam di Dieng telah dijadikan sebagai obyek wisata dan dikelola bersama oleh dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan Wonosobo. Diantara obyek wisata tersebut adalah Telaga Warna, sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, Telaga Pengilon, Telaga Merdada. Telaga adalah semacam danau yang kecil dimana sinar matahari bahkan dapat mencapai dasarnya. Telaga sering juga sekaligus dipakai sebagai nama administratif daerah yang bersangkuthan.

Telaga tersebut memiliki warna yang dipengaruhi oleh beberapa faktor biotik dan abiotik. Faktor-faktor tersebut sangat berhubungan dengan ekosistem di Dieng. Ekosistem menurut Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH), 1982 adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (Irwan, 1992).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk:

1. Mengetahui kondisi fisik dan kimia Telaga Warna dan Telaga Pengilon di Dieng.

2. Menganalisis dan mengkaji ekosistem Telaga Warna dan Telaga Pengilon di Dieng untuk budidaya perikanan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Telaga

Pada dasarnya, telaga atau danau adalah badan air yang terus ada untuk jangka waktu lama dimana partikel-partikel yang mengendap di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh komunitas produsen primer yaitu fitoplankton untuk berfotosintesis.Fitoplankton-fitoplankton tersebut berkumpul menjadi sebuah siklus materi yang kemudian menjadi sumber makanan bagi biota-biota di telaga. Fotosintesis dapat berlangsung juga karena adanya sebuah aliran energi yang berasal dari sinar matahari, kedua hal ini saling berkaitan erat sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biotanya.

Telaga adalah semacam danau yang kecil dimana sinar matahari bahkan dapat mencapai dasarnya. Telaga sering juga sekaligus dipakai sebagai nama administratif daerah yang bersangkuthan. Dieng adalah wilayah vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa. Kawah-kawah kepundan banyak dijumpai di sana. Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan. Danau vulkanik yaitu danau yang terbentuk akibat aktivitas vulkanisme/gunung berapi (Bambang Utoyo dalam http://id.wikipedia.org/wiki/telaga).

2.2 Pengertian Ekosistem

Ekosistem yang terdapat di wilayah telaga warna di pegunungan Dieng merupakan interaksi dari faktor abiotik dan biotik di sekitar telaga, di antaranya faktor biotik yaitu tumbuhan reparian vegetasion atau tumbuhan tepi, plankton, beberapa jenis serangga, lumut, ulat, cacing, burung, namun sangat jarang di temukan adanya ikan di wilayah telaga. Selain itu faktor abioti yang mendukung interaksi adalah faktor abiotik seperti pH air, kecerahan, dan semua faktor fisik dan kimia pada yang saling berhubungan dengan ekosistem telaga. Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang mempengaruhi(Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH),1982 dalam Irwan, 1992).

Budidaya dapat dilakukan dengan melihat kelimpahan plankton di tempat yang akan dibudidayakan. Istilah plankton adalah suatu istilah umum. Kemampuan berenang organisme-organisme planktonik demikian lemah sehingga mereka sama sekali dikuasai oleh gerakan-gerakan air. Plankton dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: fitoplankton terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis, dan zooplankton ialah hewan-hewan laut yang planktonik.

2.3 Parameter fisik kimia

2.3.1 Temperatur

Suhu merupakan factor yang sangat pentin dalam kehidupan perairan dan merupakan faktor pembatas utama perairan, (Odum, 1971). Suhu yang masih dapat ditolerir organism akuatik berkisar 20-30°C. Hewan invertebrate air masih tahan hidup pada suhu diatas 30°C, Limnaidae umumnya lebih tahan pada temperature diatas 30°C (Welch, 1952).

2.3.2 Potensial Hidrogen (pH)

Toleransi organism terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti misalnya aktivitas fotosintesa dan biologi, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya anion dan kation, jenis dan stadia organisme. Jenis-jenis Celeptera merupakan taksa yang mampu hidup pada tempat yang mempunyai kisaran pH yang lebar (Hawkes, 1979).

2.3.3 Oksigen terlarut

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Lebih lajut Sugiharto (1987), menyatakan bahwa oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter. Kelarutan oksigen di dalam air dipengaruhi oleh temperatur, tekanan parsial gas-gas yang ada di udara atau di permukaan air dan kadar garam (Syawal dan Yustiawati, 2003).

Kondisi O2 terlarut yang rendah dalam perairan, dapat mengakibatkan stres fisiologik pada biota akuatik, sehingga meningkatkan aktivitas respirasi, sedangkan kondisi O2 terlarut dalam perairan tinggi, menyebabkan ion-ion logam bebas yang terlarut dalam air akan lebih banyak terbentuk (Connel & Miller, 1995). Lebih lanjut Effendi (2003), menyatakan bahwa semakin rendah kandungan O2 terlarut maka toksisitasnya (daya racun) semakin tinggi. Menurut PP No. 82 (2001), kehidupan ikan dapat berhasil apabila kandungan oksigen terlarutnya lebih dari 3 mg/L.

2.3.4 Konduktivitas

Konduktivitas adalah jumlah total ion yang terlarut dalam air. Konduktivitas yang melebihi atau diatas 400 μmhos makhluk hidup atau organisme yang hidup diperairan akan strees dan akan mati (Ewuise, 1990).

2.3.5 Salinitas

Salinitas dinayatakan dalam satuan gr/kg atau ppt, salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5%o, salinitas perairan payau 0,5-30%o dan salinitas perairan laut 30-40%o. Nilai salinitas pada perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.

2.3.6 Letak geografis

Letak geografis berhubungan dengan kemiringan tempat (elevasi), kemiringan tempat mempengaruhi jenis budidaya dari masing-masing ketinggian tempat. Ketinggian tempat yang cocok untuk pembudidayaan ikan adalah minimal 500 dpl ( Allan, 1995).

2.3.7 Plankton

Plankton adalah jasad renik yang hidupnya melayang-layang dalam perairan, tidak bergerak atau bergerak sedikit dan pergerakannya dipengaruhi oleh arus air (Odum, 1971). Plankton terdiri dari makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuhan (fitoplankton). Plankton dalam suatu perairan, berperan sebagai pakan alami bagi organisme akuatik diatasnya. Keberadaan plankton juga dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan suatu perairan.

Plankton di perairan juga digunakan sebagai petunjuk baik buruknya kondisi lingkungan, yang dapat dilihat dari keragaman jenis dan kelimpahannya. Keragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas organisme biologisnya, dan dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas, sedangkan kelimpahan diartikan sebagai jumlah individu plankton per satuan volume (Odum, 1971). Perairan dikatakan mempunyai kesuburan yang baik, apabila keragaman jenisnya tinggi dan kelimpahan jenisnya rendah. Sebaliknya perairan dikatakan kurang subur, apabila keragaman jenisnya rendah dan kelimpahannya tinggi. Keragaman jenis dan kelimpahan plankton sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia perairan.

2.3.8 Bentik

Benthos adalah Organisme yang hidup dipermukaan atau didalam substrat perairan baik yang hidup pada batu, pasir, lumpur dan kerikil ataupun sampah yang ada di suatu perairan. Benthos dapat digunakan sebagai pakan alami ikan di suatu komunitas perairan menempati urutan ke dua dan ke tiga dalam rantai makanan (Barus, 2003).

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum Kajian Ekosistem Telaga di Dieng Untuk Budidaya adalah termometer, kertas pH, botol film, plankton net no.25, label, konduktivitimeter, gelas ukur, labu erlenmeyer, eikman grap, lup, botol Neril, mikroskop biokuler, objek glass, over glass,pinset, nampan, saringan, pipet tetes, ember, alat tulis, dan buku identifikasi.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum Kajian Ekosistem Telaga di Dieng Untuk Budidaya adalah air dari Telaga di Dieng yang terkandung plankton dan bentik, formalin 4% yang digunakan untuk mengawetkan spesimen sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi, aquades, MnSO4, KOH KI, H2SO4, Amilum, dan NaSO4.

3.2. Metode

3.2.1. Pengukuran faktor fisika dan kimia

1. Temperatur

Pengukuran temperatur yaitu dengan mencelupkan sebagian dari termometer kedalam air, dilakukan di tiga titik.

2. Potensial Hidrogen

Potensial Hidrogen dari telaga diukur dengan mencocokan warna kertas pH meter yang telah dicelupkan kedalam air.

3. Oksigen Terlarut (DO)

Sampel air diambil dengan menenggelamkan botol neril secara hati-hati kedalam perairan agar tidak ada gelembung udara yang terbawa masuk. Ditambahkan larutan 1 ml MnSO4 dan larutan 1 ml KOH-KI. Lalu botol dikocok dengan membolak-balikkan botol sampai terbentuk endapan berwarna coklat. Ditambahkan 1 ml H2SO4 dan dikocok sampai endapan larut dan berwarna kuning. Larutan diambil sebanyak 100 ml dan dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator amilum sebanyak 10 tetes. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0.025 N. Kemudian titrasi dihentikan saat larutan berubah menjadi jernih.

4. Kondutivitas dan Salinitas

Pengukuran konduktivitas sama dengan salinitas yaitu dengan menyelupkan alat yang digunakan kedalam air. Sedangkan, pengukuran kadar salinitas yaitu dengan mencelupkan salinitimeter kedalaman air pada telaga.

5. Letak Geografis

Letak geografis didiskripsikan dengan melihat kondisi sekitar. Letak berdasarkan lintang, bujur, dan kemiringan ditentukan dengan menggunakan GPS.

6. Plankton

Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menggunakan plankton net no.25, perlakuan yang diberikan pada plankton net berupa memasukkan air sebanyak 20 kali ember, dengan bobot ember 10 liter dan menggunakan botol film sebagai wadah untuk menampung plankton yang masuk kedalam plankton net tersebut.

7. Pengambilan sampel makrobentos dilakukan dengan menggunakan eikman grab. Penggunaan tersebut yaitu menahan kedua luasan bukaan dengan tali, lalu masukan kedalam perairan telaga hingga mencapai dasar dan menutup luasan dengan menarik bandul secara tegak lurus.

3.3. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 5 – 6 November 2009, di Telaga Warna dan Telaga Pengilon, Dieng.

3.4. Analisi Data

3.4.1. Oksigen Terlarut

Keterangan :

DO = Kelarutan Oksigen

p = Oksigen yang diambil

q = Konstanta ( 0,025 )

3.4.2. Indeks keragaman Shannon-Wienner

Keterangan :

H’ = Keragaman

ni = Jumlah spesies

N = Jumlah total spesies

3.4.3. Kelimpahan Makroinvertebrata Bentik

Kelimpahan =

Keterangan :

∑ ni = Jumlah spesies

A = Luas penampang Eikman Grap = 8 m2

s = Jumlah pengambilan transek = 3

3.4.4. Kelimpahan Plankton

Kelimpahan = N x F

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Faktor Fisik Kimia di Telaga Warna

Parameter

Waktu

18:00

21:00

24:00:00

3:00

5:00

Ketinggian Tempat (mDPAL)

2070

2070

2070

2070

2070

Letak lintang (º)

7-12-917

7-12-919

7-12-917

7-12-919

7-12-893

Letak bujur (º)

109-54-819

109-54-819

109-54-819

109-54-819

109-54-831

Temperatur (ºC)

20.2

19

18

16

17

Salinitas (ppt)

1.1

1

1.1

1.1

1.1

Potensial Hidrogen

2

2

2

3

2

Konduktifitas (µmhos/cm)

2219

1668

2074

2160

2201

Oksigen terlarut (ppm)

tt

Tt

Tt

Tt

Tt

Tabel 2. Faktor Fisik Kimia di Telaga Pengilon

Parameter

Waktu

18:00

21:00

24:00:00

3:00

5:00

Ketinggian Tempat (mDPAL)

2070

2070

2070

2070

2070

Letak lintang (º)

7-12-917

7-12-919

7-12-919

7-12-919

7-12-919

Letak bujur (º)

109-54-819

109-54-819

109-54-819

109-54-819

109-54-819

Temperatur (ºC)

22

22

21.4

21.4

21.2

Salinitas (ppt)

0.1

0.1

0.1

0.1

0.1

Potensial Hidrogen

8

8

7

7

8

Konduktifitas (µmhos/cm)

169.4

161.1

169.8

169.1

167.5

Oksigen terlarut (ppm)

9.4

9.6

10

8.6

9

Tabel 3. Hasil perhitungan keragaman dan kelimpahan Plankton

Nilai

Telaga warna

Telaga pengilon

Keragaman

1,098612

10,9927

Kelimpahan

72,06

2810,34

4.2 Pembahasan

4.2.1 Temperatur

Berdasarkan hasil pengukuran suhu di Telaga Dieng didapat:

Gambar 1. Grafik temperatur di Telaga Pengilon dan Telaga Warna.

Hasil pengukuran temperatur air di Telaga warna adalah 20,2C pada pukul 06.00 PM, 19C pada pukul 09.00 PM, 18C pada pukul 11.30 PM, 16C pada pukul 03.00 AM, 17C pada pukul 05.00 AM dan di Telaga Pengilon adalah 22C pada pukul 06.00 PM, 22C pada pukul 09.00 PM, 21,4C pada pukul 11.30 PM, 21,4C pada pukul 03.00 AM, 21,2C pada pukul 05.00 AM. Peningkatan dan penurunan temperatur air yang melampaui batas toleransi dapat menyebabkan kematian pada biota akuatik. Menurut Nastiti et al. (2003), kriteria baku mutu temperatur air yang mendukung untuk kelangsungan hidup biota akuatik yaitu berkisar antara 20 - 320C. Berdasarkan kriteria temperatur hidup biota akuatik, temperatur di Telaga Pengilon mendukung untuk budidaya ikan, sedangkan di telaga warna kurang mendukung.

4.2.2 Potensial hidrogen (pH)

Gambar 2. Grafik pH di Telaga Pengilon dan Telaga Warna.

Hasil dari pengukuran pH di Telaga Warna adalah 2, 2, 2, 3, 2 dan di Telaga Pengilon adalah 8, 8, 7, 7, 8. Hal ini menunjukan bahwa perairan di telaga warna pH-nya bersifat sangat asam dan di Telaga Pengilon pH-nya netral dan basa lemah. Menurut PP No. 82 (2001), kisaran nilai pH air yang ideal bagi habitat biota akuatik adalah 6 - 9. Berdasarkan kriteria tersebut perairan di Telaga Pengilon mendukung untuk budidaya ikan dan Telaga Warna tidak mendukung.

4.2.3 Oksigen terlarut

Gambar 3. Grafik O2 terlarut di Telaga Pengilon.

Hasil pengukuran Oksigen terlarut di Telaga Pengilon adalah 9,4 ppm, 9,6 ppm, 10 ppm, 8,6 ppm, 9 ppm dan di Telaga Warna tidak tereduksi. Kandungan O2 terlarut yang rendah dalam perairan dapat mengakibatkan stres fisiologik pada biota perairan, sehingga meningkatkan aktivitas respirasi, sedangkan kandungan O2 terlarut yang tinggi dalam perairan dapat mengakibatkan ion - ion logam bebas yang terlarut dalam air akan lebih banyak terbentuk (Connel & Miller, 1995). Menurut PP No. 82 (2001), kandungan oksigen terlarut yang ideal bagi habitat biota akuatik adalah > 3 mg/L. Berdasarkan kriteria tersebut bahwa kandungan O2 di Telaga Pengilon mendukung untuk habitat pakan ikan (plankton) dan ikan.

4.2.4 Konduktivitas

Gambar 4. Grafik Konduktivitas di Telaga Pengilon dan Telaga Warna.

Konduktivitas adalah jumlah total ion yang terlarut dalam air. Hasil pengukuran konduktivitas di Telaga warna sebesar 2219 pada pukul 06.00 PM, 1668 pada pukul 09.00 PM, 2074 pada pukul 11.30 PM, 2160 pada pukul 03.00 AM, 2201 pada pukul 05.00 AM dan di Telaga Pengilon sebesar 169,4 pada pukul 06.00 PM, 161,1 pada pukul 09.00 PM, 169,8 pada pukul 11.30 PM, 169,1 pada pukul 03.00 AM, 167,5 pada pukul 05.00 AM. Konduktivitas dibawah 400 kelimpahan spesiesnya tinggi, sedangkan diatas 400 rendah, berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa di Telaga Pengilon kelimpahan spesiesnya tinggi dan konduktivitas perairannya mendukung untuk budidaya ikan, sedangkan Telaga Warna rendah.

4.2.5 Plankton

Hasil perhitungan keragaman dan kelimpahan di Telaga Warna sebesar 1,098612 dan 72,06 sedangkan di Telaga Pengilon keragaman dan kelimpahannya sebesar 10,9927 dan 2810,34. Keragaman dan kelimpahan plankton terbesar terdapat pada Telaga Warna, hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang bagus seperti misalnya temperatur untuk habitat dari plankton (pakan ikan alami). Menurut Nastiti et al. (2003), kriteria baku mutu temperatur air yang mendukung untuk kelangsungan hidup biota akuatik yaitu berkisar antara 20 - 320C.

4.2.6 Letak Geografis

Dilihat dari hasil pengukuran lintang selatan dan bujur timur Telaga Warna dan Telaga Pengilon hampir sama dan tidak jauh berbeda pada setiap jam yang sudah ditentukan pada praktikum. Kemiringan tempat (elevasi) mempengaruhi jenis budidaya dari masing-masing ketinggian tempat. Pada hasil yang didapat pada pukul 21.00 bahwa pada Telaga Warna memiliki kemiringan tempat sebesar 2070 dpl dan Telaga Pengilon sebesar 2070 dpl. Ketinggian tempat yang cocok untuk pembudidayaan ikan adalah minimal 500 dpl (Allan, 1995). Berdasarkan kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa letak geografis yang dimiliki sangat cocok untuk untuk di budidayakan.

4.2.7 Salinitas

Hasil pengukuran salinitas di Telaga Warna sebesar 1,1 ppt pada pukul 06.00 PM, 1 ppt pada pukul 09.00, 1,1 ppt pada pukul 11.30 PM, 1,1 ppt pada pukul 03.00 AM, 1,1 ppt pada pukul 05.00 AM dan di Telaga Pengilon dari pukul 06.00 PM-05.00 AM sebesar 0,1 ppt. Untuk ikan air tawar standar baku salinitasnya berbeda-beda, jadi salinitas disini tidak begitu berpengaruh untuk pembudidayaan ikan.

V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahsan dapat disimpulkan bahwa:

1. Telaga warna tidak cocok untuk budidaya karena dari hasil yang diperoleh dari praktikum pengukuran faktor fisika kimia yang disesuaikan dengan referensi tidak sesuai untuk pembudidayaan ikan. Temperatur yang terlalu rendah, pH yang terlalu asam, tidak adanya oksigen terlarut, nilai konduktifitas yang terlalu tinggi, keragaman dan kelimpahan makroinvertebrata yang tidak terlalu besar, serta salinitas yang sangat lemah.

2. Telaga Pengilon layak untuk budidaya karena dari hasil yang diperoleh dari praktikum pengukuran faktor fisika kimia yang disesuaikan dengan referensi sesuai untuk daerah sebagai pembudidayaan ikan. Temperatur yang sesuai untuk organisme air (ikan) hidup, pH yang netral, terdapatnya oksigen terlarut, nilai konduktifita yang rendah sehingga memungkinkan ikan untuk hidap, keragaman dan kelimpahan makroinvertebrata yang besar, tetapi salinitas rendah.

5.2 Saran

Sebaiknya tempat praktikum ekologi perairan diganti karena suhu tempat praktikum terlalu ekstrim untuk praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

Allan, JD. 1995. Stream Ecology: Structure and Function of Running Waters.

London: Chapman and Hall

Bambang Utoyo dalam http://id.wikipedia.org/wiki/telaga.

Barus, 2003. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta. 459 hal.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Kanisius, Yogyakarta.

Ewuise,y.j.1990. Pengantar Ekologi Tropika.Bandung: ITB.

Hawkes, H.A. 1979. Invertebrates indicators of river water Quality. In James, A. And L. Evison, Ed. Biologycal Indicators of Water Quality. John Wiley and sons, Toronto.

Irwan, zoer’aini. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bandung : Bumi Aksara.

Nastiti, A. S, Krismono & A. S. Samita. 2003. Penilaian Ulang Lima Lokasi Suaka Perikanan di Danau Toba Berdasarkan Kualitas Air dan Parameter Perikanan Lainnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumberdaya dan Penangkapan, Vol 9, No. 3: 1-11.

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. WB. Sounder. Co. Philadelphia

Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. UI-Press, Jakarta.

Syawal, M. S. dan Yustiawati. 2003. Kajian Pencemaran Merkuri Akibat Pengelolaan Bijih Emas di Sungai Cikaniki sub DAS Cisadane. Jurnal Limnologi. Bogor.

Welch, P. S. 1952. Limnology. Mc Graw-Hil Book Company. New York, Toronto.

LAMPIRAN

Telaga Warna

Keragaman plankton

Spesies

Jumlah

Pi

lnpi

pi.lnpi

H'

Hymenomonas roseola stein

1

0,333333333

-1,09861

-0,3662

0,366204

Euphausia superba

1

0,333333

-1,09861

-0,3662

0,366204

Lemnadia lenticularis

1

0,333333

-1,09861

-0,3662

0,366204

Total

3

0,999999333

-3,29584

-1,09861

1,098612

Indeks dominansi : X = ∑ni/AxS = 3/0.9X3=1.1

Kelimpahan = F x N

= 24,02 x 3

= 72,06

Telaga Pengilon

No

Genera

Ulangan

N

Kelimpahan

1

2

3

1

Lumunites sp

2

10

3

15 / 3 = 5

145

2

Labidocera couba

-

2

5

7 / 3 = 2,33

68

3

Euphausia superba

-

1

-

1/ 3 = 0,33

10

4

Diatoma vulgame

3

-

2

5 / 3 = 1,667

49

5

Sohroederia setigera Demm

10

3

3

16 / 3 = 5,33

155

6

Synura uvella Ehrbg

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

7

C. Fimbriatus

2

-

-

2 / 3 = 0,667

19

8

Nitzschia vermicularis

3

-

1

4 / 3 = 1,33

39

9

Helosira salina

2

2

-

4 / 3 = 1,33

39

10

Bacillaria paradoxa

-

-

3

3 / 3 =1

29

11

Lucifer intermedius

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

12

Synopia ultramarina

2

2

6

10 / 3 = 3,33

97

13

Pyrrocypris nataus

1

3

-

4 / 3 = 1,33

39

14

Cyclotella operculata

-

2

-

2 / 3 = 0,667

19

15

Eucalanus suberassus

-

-

1

1 / 3 = 0,33

10

16

Dudorina wallichii Turner

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

17

90N. Curvula

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

18

Bosmina longilostris

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

19

Selenastrum sp

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

20

Candona candida

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

21

Characium longicens Hab

-

-

3

3 / 3 =1

29

22

Nitzschia closterium

2

2

2

6 / 3 =2

58

23

Amphiphora ornats

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

24

Cyclops fuscus

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

25

Pseudeuphausia latilerons

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

26

Pterodina patina

-

-

1

1 / 3 = 0,33

10

27

Planktoniella sol

1

-

1

2 / 3 = 0,667

19

28

Euchaeta concinna

2

2

-

4 / 3 = 1,33

39

29

Giganto cypris

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

30

Pleurotaenium ucidulatum

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

31

Cypris stadium

-

-

1

1 / 3 = 0,33

10

32

Selenastrum sp

-

2

-

2 / 3 = 0,667

19

33

Syndera acus

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

34

Globigerina bulloides

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

35

Alona rectangula

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

36

Canthocamptus

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

37

Chlooramoeba hateromorpha

-

-

1

1 / 3 = 0,33

10

38

Arcella sp

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

39

Tetramastrix apoliensis

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

40

Cystodinium

-

1

-

1 / 3 = 0,33

10

41

Sunotia ehrenbergii

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

42

Diaphanosoma brachyura

-

-

1

1 / 3 = 0,33

10

43

Asterionella formosa

1

-

-

1 / 3 = 0,33

10

44

Hemisinella parve

-

-

1

1 / 3 = 0,33

10

F = Q1 x V1 X 1 x 1

Q2 V2 P W

= 324 mm2 x 25 x 1 x 1

1,11279 0,05 30 200

= 24,02

Kelimpahan = F x N

= 24,02 x 117

= 2810,34

- ni ln ni

N N

H’ =


= [ ( 145 ln 145 ) + ( 68 ln 68 ) + ( 49 ln 49 ) + ( 155 ln 155 ) + ( 97 ln 97 ) +

117 117 117 117 117 117 117 117 117 117

( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) +

117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117

( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) +

117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117

(10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) +

117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117

( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) +

117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117

( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 10 ln 10 ) + ( 29 ln 29 ) + ( 58 ln 58 ) +

117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117 117

( 39 ln 39 ) + ( 19 ln 19 ) + ( 19 ln 19 ) + ( 19 ln 19 ) + ( 19 ln 19 ) ]

117 117 117 117 117 117 117 117 117 117

= - [( 0,2143 ) + ( - 0,3154 ) + ( - 0,3645 ) + ( 0,3725 ) + ( - 0,1554 ) + ( - 5,8856 ) +

(- 0,6916 ) + (- 0,3478 ) + (- 1,4648 ) + (- 1,1808 )]

= 10,9927

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

EKOLOGI PERAIRAN

KAJIAN EKOSISTEM TELAGA DI DIENG UNTUK BUDIDAYA

Logo UNSOED

Oleh:

Taufik Furqan

H1K008017

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2009

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI PERAIRAN

KAJIAN EKOSISTEM TELAGA WARNA DAN

TELAGA PENGILON DI DIENG UNTUK BUDIDAYA

Oleh

Nama : Taufik Furqan

NIM : H1K008017

TTL : Jakarta, 13 April 1990

Alamat : Citayam-Bogor, Jawa Barat

Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Responsi

Praktikum Ekologi Perairan Di Jurusan Perikanan dan Kelautan

Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto

Menerima dan disyahkan

Pada tanggal Desember 2009

Penulis Assisten

Taufik Furqan Teguh Eko Wahyono

DAFTAR ISI

halaman

Lembar Pengesahan ……………………………………………………………

Daftar isi ……………………………………………………………………

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………

1.1 Latar Belakang ……………………………………………

1.2 Tujuan ……………………………………………

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………

BAB III. MATERI DAN METODE ……………………………………

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………

BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………

LAMPIRAN ……………………………………………………………